Cerita Sex – Larsih, 26 tahun dan suaminya Tono, 32 tahun, tinggal di rumah petak kontrakan di samping kanan kamar pasangan suami isteri Mas Diran, 38 tahun dan Murni, 28 tahun. Dan disamping kirinya tinggal Mak Sani, janda tua 64 tahun, yang tinggal sendirian karena anak-anaknya sudah pada menikah dan berada di tempat lain.
Pasangan Larsih dan Tono serta para tetangganya itu tinggal di deretan petak-petak rumah kontrakan di bilangan kota Bekasi. Ada sekitar 3 atau 4 rumah petak lain yang sejenis juga tersebar di sekitar rumah yang ditempati Larsih dan Tono itu.
Rumah-rumah itu rata-rata berbentuk bangunan panjang sederhana dengan deretan petak ruang-ruang kamar ukuran 3 X 6 m2. Dalam ruang yang sempit itu para penghuninya melakukan berbagai kegiatan rumah tangganya. Fungsi dapur, kamar tidur dan ruang keluarga atau ruang tamu saling silih berganti sesuai kebutuhan.
Antara petak satu dengan lainnya hanya dibatasi oleh dinding tipis yang terbuat dari tripleks. Dinding itu telah banyak mengelupas di sana-sini. Pada beberapa bagiannya bahkan juga ada lubang-lubang sehingga bukannya tidak mungkin tetangga yang satu mengintip tetangga lainnya.
Secara berkala Larsih dan Tono menempelkan kertas koran di sana sini pada dindingnya untuk menutupi bolong-bolong itu sebelum mereka mengecatnya. Dengan dinding macam itu, untuk saling tegur sapa antar tetangga mereka tak perlu secara khusus berhadapan atau keluar rumah. Mereka sudah terbiasa lempar omongan diantara dinding-dinding itu. Sambil melakukan kegiatan sehari-hari mereka bisa saling bicara dari tempat masing-masing. Mereka ini memang orang-orang yang mudah dengan cepat menyesuaikan diri dan terbiasa menghadapi hidup yang serba kekurangan di tengah kota besar macam Bekasi itu.
Akan halnya keluarga Larsih, Tono suaminya bekerja sebagai buruh di sebuah perusahaan angkutan. Hampir setiap hari dia berangkat kerja dari pukul 6 pagi hingga pulangnya pada pukul 7 malam. Maklum dia menggunakan kendaraan umum yang apabila kesiangan di pagi hari akan kena macet di jalanan sehingga berakibat terlambat sampai di kantor. Sebaliknya pada saat pulang tidak mudah mendapatkan tempat di bus kota yang berjubel itu. Dan tentu saja hampir setiap hari pula Larsih harus sibuk sendirian di rumah. Sesekali dia ngobrol sama Mak Sani atau tetangga lain untuk sekedar membuang rasa bosan.
Adapun tetangga samping kirinya, Mas Diran dan istrinya Murni, adalah juga orang-orang yang sibuk. Mas Diran bekerja sebagai Satpam di kompleks pergudangan Bekasi. Dia bekerja bergilir, seminggu tugas malam, dari pukul 6 malam hingga pulangnya pukul 6 pagi, kemudian seminggu berikutnya tugas siang dari pukul 6 pagi hingga pulangnya pukul 6 malam. Istrinya, Murni bekerja sebagai perawat di rumah sakit bersalin di bilangan kecamatan tidak jauh dari rumahnya.
Jadi pada waktu-waktu tertentu di siang hari rumah Mas Diran dan Murni kosong selama satu minggu karena Mas Diran kebetulan kena giliran jaga di siang hari. Dan pada minggu lainnya sesekali Larsih melihat Mas Diran yang sedang santai di rumahnya karena kebagian gilir jaga di malam harinya.
Begitulah kehidupan per-tetangga-an mereka selama berbulan-bulan hingga.. Terjadilah peristiwa dan cerita ini..
Peristiwa dan cerita yang penuh nafsu syahwat birahi, yang akan merubah suasana dan situasi kehidupan mereka yang tinggal di deretan rumah kontrakan sederhana itu. O, ya.. Aku lupa. Perlu aku jelaskan bahwa untuk keperluan mandi, mencuci dan kakus pada mereka tersedia tempat dan fasilitasnya untuk digunakan bersama. Secara bergantian tentunya. Dan di situlah terjadi saling ketemu, saling tegur dan saling pandang antar tetangga satu sama lainnya.
Dan dari sini pulalah awal dari segala peristiwa dan cerita ini..
Larsih adalah perempuan yang suka sibuk. Dia tidak mau diam. Selalu ada yang dia kerjakan. Disamping setiap hari dia membersihkan dan merapikan rumahnya yang kecil itu Larsih juga senang memasak dan mencuci pakaiannya atau pakaian suaminya. Hampir banyak waktunya dia habiskan di dapur dan tempat mandi dan cuci.
Dan tentu saja tetangganya, dalam hal ini Mas Diran justru sering melihat dan berjumpa Larsih di tempat ini. Pada saat dia kena gilir jaga malam se-siang hari Mas Diran yang sendirian karena istrinya lagi kerja banyak keluar masuk di tempat mandi dan cuci ini. Karena seringnya bertemu berdua saja, mau tidak mau seringlah terjadi saling tegur sapa antara Larsih dan Mas Diran. Tidak bisa dipungkiri bahwa Larsih yang baru 26 tahun itu memiliki daya tarik seksual yang lumayan. Ibarat kembang Larsih ini sedang mekar-mekarnya dan ranum.
Semerbak bau dan tampilan tubuhnya bagaikan madu yang mampu membuat mabok para kumbang dan kupu-kupu. Tubuhnya yang nampak ‘getas’ dengan tingkahnya yang gesit membuat dia demikian mudah memancing syahwat para lelaki normal yang melihatnya. Dan tentu saja syahwatnya Mas Diran yang juga lelaki normal itu. Diam-diam selama ini Mas Diran memang selalu memperhatikan sosok Larsih. Dia cukup ‘kesengsem’ dengan istri tetangganya itu.
Dan dari waktu ke waktu Mas Diran sering dan semakin merasa sepi saat tidak bisa menyaksikan Larsih berada di tempat mandi dan cuci. Dia jadi gelisah. Mondar-mandir atau mengintip ke belakang di tempat mandi cuci itu. Tak dipungkiri bahwa Mas Diran suka membayangkan betapa nikmatnya kalau bisa berasyik masyuk dengan Larsih.
Dia melihat banyak kelebihan Larsih dari istrinya Murni. Dia melihat dan mambayangkan betapa Larsih akan sangat ‘panas’ saat berada di ranjang. Dia bisa merasakan bagaimana perempuan dengan betis kecil dan dada yang bidang macam Larsih itu akan menjadi kuda betina liar yang terus meringkik kehausan saat bergelut di ranjang. Mas Diran juga membayangkan bagaimana susu Larsih yang belum melahirkan anak itu akan menjadi kenyal saat mendapatkan sentuhan atau sedotan dari lidah atau bibir lelaki. Susu yang pada saat kena sentuhan birahi akan membuat putingnya naik terangkat dan mencuat ke depan. Warnanya yang merona merah akan sangat menantang seseorang untuk mendekatkan bibirnya dan menghisapinya.
Mas Diran tidak bisa mengelakkan penisnya yang selalu ngaceng saat membayangkan pesona Larsih yang istri tetangganya itu. Akan halnya Larsih sendiri, dia menyadari dan tahu bahwa dirinya termasuk seorang perempuan yang memilik pesona seksual. Banyak lelaki dan khususnya Mas Diran yang tetangganya itu sering kepergok saat memperhatikan tubuh indahnya.
Beberapa kali, atau sering kali dia mencuri pandang dan melihat bagaimana Mas Diran melotot matanya melihat tampilan dirinya. Sebagai perempuan muda, Larsih tidak menutupi kebanggaannya saat ada lelaki, siapapun dia, yang menunjukkan ketertarikan atau kekaguman pada dirinya atau pada tubuhnya. Bukankah itu merupakan semacam pengakuan dari para lelaki bahwa dirinya cantik, menarik dan pantas dikagumi? Dan Larsih termasuk perempuan yang selalu haus pengakuan macam itu.
Walaupun Tono suaminya tak pernah berhenti memuji kecantikannya dia masih juga senang saat ada lelaki lain yang memperhatikan dengan penuh nafsu pada bagian-bagian sensual tubuhnya. Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan tulang pipinya yang tinggi dan membuatnya nampak manis itu. Dia tahu Mas Diran sangat suka mempehatikan bibirnya saat dia sedang berbicara apa saja. Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan lehernya yang jenjang dan bahunya yang lebar, seakan menunggu kesempatan kapan untuk bisa mendaratkan lidah dan bibirnya di atasnya.
Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan celah di antara buah dadanya. Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan ketiaknya saat menjemur pakaiannya. Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan pantatnya yang seksi saat dia nungging menyapu lantai tempat mencuci. Dia juga tahu bagaimana mata Mas Diran berusaha menembusi celah roknya saat dia jongkok di tempat cucian. Dia juga tahu dan merasakan betapa Mas Diran pengin melihat bagian-bagian tubuhnya yang sangat rahasia.
Dan Larsih sangat menikmati bagaimana Mas Diran memuaskan matanya untuk menikmati pesona tubuhnya. Dia sangat senang saat melihat mata Mas Diran yang melotot seakan hendak menelanjangi dan melahap tubuhnya. Dan Larsih akan kesepian dan gelisah pada saat tak ada Mas Diran. Pada saat Mas Diran kena giliran jaga siang hari, hati Larsih menjadi kosong dan merasa sendirian.
Larsih menjadi malas berbuat apapun. Malas masak, malas nyuci, malas mandi dan malas lain-lainnya. Dia merasa kehilangan pengagumnya. Dan dia juga seakan kehilangan semangat hidupnya.
Begitulah hingga pada suatu pagi.. Lokasi di rumah kontrakan pagi ini nampak sunyi. Murni sudah berangkat kerja. Tono sudah berangkat kerja pula. Kebetulan Mak Sani juga sedang pergi nginap di tempat anaknya di Serang. Nampak Larsih dengan cuciannya yang menggunung, karena baru saat ini pengin nyuci sesudah 4 hari bermalas-malasan. Dia nampak sibuk dengan memilah-milah dan menggilas pakaian-pakaiannya. Pagi ini dia menunjukkan semangatnya kembali. Dia tahu mulai hari ini Mas Diran untuk selama satu minggu ke depan akan selalu berada di rumah pada siang hari. Dia kena tugas jaga di malam hari selama seminggu.
Sesudah satu minggu menunggu dalam sepi, hari ini Larsih sudah bertekad akan banyak nyuci atau masak yang membuatnya bisa mondar-mandir di tempat mandi dan cuci ini. Dia sudah rindu akan mata hausnya Mas Diran yang seakan menelanjangi dan hendak menelan tubuhnya itu. Dia sudah rindu akan pandangan penuh birahi Mas Diran yang bisa membakar semangat kerjanya pula. Dia merasakan betapa dari setiap pandangan mata Mas Diran pada bagian-bagian tubuhnya membuat dirinya sangat bangga dan tersanjung.
Pagi ini Larsih lebih dari sekedar nyuci. Pagi ini Larsih sengaja berdandan khusus untuk Mas Diran. Dia memakai baju atas yang memperlihatkan belahan dadanya lebih membelah, disamping lebih menunjukkan keindahan bahu dan ketiaknya. Baju atasnya itu hanyalah sepotong kain yang membungkus sebagian kecil dadanya dengan tali kecil yang nyangkut ke bahunya. Dengan baju macam itu Mas Diran akan lebih bisa menikmati keindahan tubuhnya, ketiaknya dan belahan dadanya.
Larsih juga mengenakan rok yang sangat pendek. Dia ingin menunjukkan betisnya yang ranum bak padi bunting serta membuat lebih banyak menampakkan bagian dengkul hingga naik ke sedikit pahanya. Pada saat jongkok, bukan tidak mungkin Mas Diran juga berkesempatan melihat secercah celana dalamnya. Jantung Larsih berdesir saat mengkhayalkan bagaimana nanti Mas Diran terpukau pada saat menyaksikan bagian-bagian tubuhnya yang sensual dan sangat rahasia ini.
Jam menunjukkan pukul 9 pagi. Larsih sudah tak sabar menanti kehadiran Mas Diran. Mas Diran memang biasa bangun siang sesudah tugasnya yang hingga pagi hari itu. Biasanya dia baru keluar untuk mandi sekitar pukul 10 pagi.
Tetapi untuk pagi ini, mungkinkah dia keluar lebih awal..?
Hati Larsih melonjak girang sekaligus deg-degan saat mendengar gerendel pintu rumah Mas Diran dibuka. Dengan hanya bercelana kolor dan kalung handuk Mas Diran keluar dari rumahnya.
“Pagi, Dik Larsih. Sudah rajin nih, ya. Bagaimana kabarnya. Dik Larsih dan Mas Tono sehat?”, sapa ramah Mas Diran.
Dengan muka berona kemerahan karena menahan desirnya jantung dan hati, Larsih menjawab, “Pagi Mas Diran. Baik. Baru bangun ya?!”, sambil menebar senyuman dan matanya menatap tubuh Mas Diran.
“Iya, nih. Semalam benar-benar begadang karena ada satu teman yang absen. Saya mesti menggantikannya. Ss.. Saya kk.. Kehilangan giliran tidurnya, dd.. D.. Dik”, kali ini jawabannya agak tersendat. Mas Diran menyaksikan betapa Larsih nampak sangat membangkitkan birahinya dengan pakaiannya yang banyak terbuka itu.
Sepertinya Larsih langsung tahu. Dia gembira hatinya karena tujuannya tercapai. Kemudian sambil pura-pura membetulkan ikatan rambutnya, Larsih mengangkat tangannya hingga ketiaknya yang mulus dan indah itu nampak terbuka lebar. Bak seorang penari yang sekaligus koreografer, dia juga menggerakkan bagian-bagian tubuh lainnya dengan harapan Mas Diran bisa menikmati keindahan leher lehernya, belahan dadanya dan juga bibir sensualnya.
Dia menyahut omongan Mas Diran dengan sedikit melempar umpan,
“Yaa.., khan ada Mbak Murni, Mas. Tentunya khan ada dong.. Sambutan di pagi hari.. “, sambil sedikit melepas senyuman dan lirikan matanya yang menggoda. Seperti gayung bersambut, Mas Diran merespon dengan penuh pemahaman dan dorongan untuk’jemput bola’. Dengan gaya ‘lelaki yang penuh derita’ dia menjawab,
“Ah.., nggak koq, dik. Setiap pagi saya datang, setiap pagi itu pula Murni siap berangkat. Jadinya yaa.. Selalu selisiban, begitu”.
Mas Diran juga sempat mikir, kenapa kali ini Larsih ini kok demikian beda. Pakaiannya beda. Duh.., tuh lihat.., belahan dadanya.., dan ituu.., ketiaknyaa.. Huuhh.. Indah banget, sih.. Pasti wanginyaa.. Dia memang tahu, Dik Larsih ini seneng kalau diperhatikan. Apalagi kalau saat memperhatikan menampakkan pandangan kekagumannya. Tetapi kali ini..
Dan omongannya lebih berani. Bukankah omongannya tadi banyak mengandung godaan dan pancingan-pancingan? Adakah Larsih dilanda rasa sepi? Adakah Mas Tono, yang suami Dik Larsih kurang memberikan makanan batin? Mungkinkah Larsih ini kesepian dan sengaja menunggu sentuhan-sentuhan birahinya.., ah.., jangan terlalu jauh.. Kasihan Dik Tono, begitu pikir Mas Diran.
Tetapi tak perlu dipungkiri, penis Mas Diran ngaceng juga. Rasa sepi hati Larsih telah sedikit terobati. Dia sudah menyaksikan kembalinya sang pengagum dirinya. Persiapan yang sungguh-sungguh untuk disuguhkan kepada pengagumnya juga sudah dia lakukan. Dia sudah memakai baju yang paling menarik.
Dengan berpura-pura membetulkan ikatan rambutnya dia sudah menyuguhkan pesona ketiaknya, leher jenjangnya dan belahan dadanya pada Mas Diran dengan cara yang sangat atraktip dan mendebarkan hati. Dia juga sudah sudah membuka omongan dengan omongan yang tak biasanya. Omongan yang nyata-nyata bisa menjadi umpan pancingan. Omongan yang mengandung goda. Sebenarnya dia juga nggak tahu, kenapa omongan itu keluar begitu saja dari mulutnya?!
Bukankah omongan macam tadi bisa menimbulkan pertanyaan aneh dan menggoyahkan hati serta pikiran Mas Diran?! Ah.., Mas Diran nampak beranjak untuk mandi. Sepintas Larsih mengikuti dengan ekor matanya hingga Mas Diran masuk dan menutup kamar mandinya. Dia melihat betapa tubuh Mas Diran itu demikian kekar sehat. Dia melihat sepintas betapa dadanya penuh otot. Mas Diran bisa merawat tubuhnya. Tidak seperti dada Mas Tono yang kerempeng itu.
Larsih juga memperhatikan betapa dengan tubuh jangkungnya Mas Diran, ada kali sekitar 175 cm, sungguh membuatnya tampil sebagai lelaki yang jantan dan tegap. Dd.. Dan, seandainya kepalaku jatuh bersandar pada dada ituu.. Ahh.., jangan terlalu jauh.
Ada Mbak Murni.., jangann.., begitu lamunan Larsih yang langsung membuat wajahnya memerah. Begitulah, nampaknya hari ini telah tumbuh sebuah komunikasi yang beda antara Larsih dan Mas Diran. Komunikasi yang terasa bernuansa romantis walau yang tak ter-ucapkan dalam kata-kata vulgar. Komunikasi dua insan manusia yang selalu haus akan penyaluran naluriah syahwatnya.
Komunikasi yang membuat hati keduanya berdesir-desir. Komunikasi yang kemudian membuat dan menggelisahkan batin mereka berdua. Sejauh ini komunikasi itu memang masih bersifat ‘cara mata memandang serta ucapan pameo’ yang bisa mengandung banyak makna. Komunikasi itu memang masih diluar jangkauan akan makna ‘hubungan’. Makna ‘hubungan’ yang bisa lebih konkrit mengarah dalam bentuk komunikasi fisik.
Tetapi komunikasi yang terjadi antara Larsih dan Mas Diran hari ini sudah memungkinkan berkembang ke arah ‘bahaya’, mengingat pada Larsih ada Tono dan pada Mas Diran ada Murni, pasangan-pasangan hidup mereka.
Bukan tidak mungkin mereka terseret ke komunikasi yang menyentuh hati. Dan lebih jauh lagi menjadi komunikasi yang menebar panggilan birahi, seperti serbak bunga pada kumbang. Atau nyanyian angsa jantan untuk menarik angsa betina. Atau aroma kemaluan serigala betina yang menebar hingga tercium serigala jantan. Dan akan lebih berbahaya lagi apabila komunikasi itu bergeser dan berubah menjadi ‘hubungan’ yang bersifat fisik.
Yang telah terjadi saat ini adalah, kalau tadinya antara mereka hanya saling curi pandang, kini baik Mas Diran maupun Larsih sudah berani langsung saling pandang. Saling melirikkan matanya, saling mengangkat alis sebagai pertanda pada hal-hal yang belum mungkin terucapkan. Saling menggoda dan menyindir pada hal-hal yang mengarah ke erotisme.
Tetapi bagaimanapun baik Larsih maupun Mas Diran masih memperhitungkan adanya tetangga yang tinggal di rumah petak yang lain di sekitarnya. Mereka sangat menjaga jangan sampai terlanjur mengundang perhatian tetangga mereka itu. Kalau hal itu terjadi akan berbahaya bagi kehidupan rumah tangga mereka dan akan sulit bagi mereka untuk bisa melangsungkan komunikasi selanjutnya.
Tetapi yang namanya panggilan syahwat dan birahi tak pernah putus akal. Dewa-dewa cinta yang sangat kreatip selalu mengirimkan berbagai akal bulusnya. Gagasan dan akal bulus para dewa cinta itu dengan gampang merasuki keduanya. Lihatlah..
“Dik Larsih, kemarin Mas Tono bawa koran Kompas, khan? Aku pinjam dong. Aku pengin baca berita Pemilu 2004, nih,” terdengar suara Mas Diran dari balik dinding rumahnya yang penuh bolong itu.
“Ada, Mas. Aku antar ke depan rumah ya,” jawab Larsih.
“Nggak usah. Lewat sini saja dik. Dari arah bangku Dik Larsih ini khan ada bolongan. Cukup untuk nyeploskan koran. Gulung saja dulu, dik,” usul Mas Diran yang sangat unik, menggunakan bolongan dinding mereka untuk mengirimkan koran Kompasnya.
Dan sejak itu banyak dan beragamlah pemanfaatan lubang dinding dekat bangku Larsih itu. Dari kiriman sambel kecap untuk makan siang, pisang goreng, pinjam ballpen, pinjam buku dan sebagainya. Lubang yang letaknya kira-kira sepinggang di atas lantai itu terjadi karena triplek dinding yang telah keropos.