Birahi Segitiga Dengan Terapis Cabul

Video Rate:
3 / 5 ( 1votes )
1893 views

Cerita Seks – Wanita itu selalu datang dengan kaos kasual dan celana jins ketatnya. Ibu itu walau sudah berusia sekitar 37 tahun masih nampak sehat dan kencang. Bodynya yang tidak lagi langsing tetap tidak dapat menyembunyikan jejak kecantikannya di masa remaja.

Bahkan dengan body yang semakin berisi tersebut, justru semakin menonjolkan lekuk tubuh yang montok dan menggemaskan. Pak Totok, lelaki berusia 60an tahun itu selalu menyembunyikan kekaguman seksualnya di hadapan ibu setengah muda itu. Posisi dia sebagai seorang yang dipercaya sebagai ahli terapi dituntut untuk menjaga keprofesionalannya di hadapan pasien-pasiennya.

Apalagi bu Susan ini adalah salah seorang pasien yang direkomendasikan oleh ponakannya, sesama ahli terapi yang dulu belajar ilmu dari dirinya.

Ibu yang cantik itu adalah kawan istri dari ponakannya itu. Dengan hubungan-hubungan itu, Pak Totok jelas tidak mungkin mempunyai kesempatan untuk melakukan tindakan tercela terhadap pasiennya tersebut. Jejak rekam Pak Totok sebagai seorang ahli terapi spiritual termasuk berjalan mulus. Tidak pernah sepanjang kariernya, dia melakukan tindakan tidak terpuji.

Walaupun sebenarnya, Pak Totok pun tidak mengingkari bahwa beberapa kali dia tergoda oleh beberapa pasien wanitanya. Pak Totok sendiri bukan pria yang berkelakuan baik di sepanjang hidupnya. Di masa muda, dia pun terkenal jago dalam menaklukan perempuan.

Namun karena usianya yang tidak lagi muda, dan kehidupannya yang sempurna bersama istri dan anak-anaknya, lelaki tua itu kini lebih cenderung menjadi family man. Walau demikian, setelah dia mulai dikenal sebagai ahli terapi spiritual, dia banyak memiliki pasien dari berbagai kalangan, termasuk ibu-ibu muda yang mendapat masalah keluarga.

Dengan pasien-pasien semacam itulah, Pak Totok kerap tergoda untuk melakukan tindakan terpuji. Namun sejauh ini dia berhasil menghindari godaan-godaan tersebut. Apalagi istrinya adalah seorang yang setia dan sangat mempercayainya.

Hampir tidak pernah sang istri mencampuri kegiatannya dalam melakukan terapi. Walau terapi yang dilakukannya menggunakan bentuk-bentuk pijatan dan totok urat, tetapi bagi wanita setia itu hanyalah bagian dari resiko pekerjaan yang harus dilakukan suaminya. Demikian pula Pak Totok pun tidak pernah kedapatan melakukan penyimpangan dari proses terapinya.

Tapi entah kenapa, di usia profesinya sebagai ahli terapi setelah hampir sepuluh tahun, tiba-tiba Pak Totok merasakan hal yang berbeda pada pasien yang bernama Bu Susan ini. Seperti yang diceritakan di awal, body Bu Susan memang tidak seistimewa para artist sinetron, tetapi untuk ibu seusia dia, tubuh Bu Susan termasuk istimewa. Tidak lagi langsing tetapi justru bagi pria berpengalaman seperti Pak Totok, tubuh itu ideal sebagai sebuah simbol sensualitas yang sebenarnya.

Pak Totok bahkan merasakan ada potensi sensual yang besar dari wanita terhormat itu. Walau Bu Susan selalu berpakaian biasa, dengan kaos kasualnya, tetapi kaos yang tidak begitu ketat itu tetap tidak dapat menyembunyikan bungkahan besar kedua dadanya. Bungkahan yang walau tidak lagi kencang membusung dan mulai sedikit menggantung, tetapi justru mengundang decak kagum para pria karena montoknya. Payudara yang wajar untuk ibu ibu dengan dua anaknya yang sudah beranjak remaja.

Satu hal lain yang menonjol dari ibu itu adalah bungkahan pantatnya yang membulat dan kencang. Semua pria yang berpengalaman pasti tahu akan potensi seksual dari ibu seperti Bu Susan ini. Pantat itulah yang selalu membuat Pak Totok menelan ludah.

Bu Susan memang cenderung menggunakan pakaian yang tidak terlalu ketat untuk menyembunyikan dadanya, tetapi untuk bagian bawah, Bu Susan menyukai celana yang ketat yang menampilkan lekukan pantat dan pahanya yang menggiurkan. Paha yang langsing itu sangat serasi dengan pantatnya yang menggumpal ketat.

Point lain yang menggoda Pak Totok adalah kulit mulus putih Bu Susan yang terawat. Mungkin juga karena biasanya pasiennya adalah wanita-wanita di sekitar kampungnya yang biasanya tidak semulus dan seputih Bu Susan, maka setiap kali menyentuh kulit ibu itu, Pak Totok tidak dapat menahan gejolak birahinya. Memang Bu Susan adalah istri seorang pegawai pemerintahan berpangkat lumayan. Sehingga dia selalu dapat merawat tubuhnya dengan luluran dan makanan yang sehat.

Pak Totok masih ingat ketika pertama kali berjumpa dengan wanita itu. Mulanya Bu Susan terlihat ragu untuk menjalani terapi. Dia pergi ke Pak Totok atas rekomendasi suami temannya, yaitu keponakan Pak Totok tadi. Keluhan utama dari ibu itu adalah masalah perutnya dan masalah kegelisahan hatinya terhadap suaminya.

Pak Totok tahu bahwa masalah sakit perut wanita itu bisa jadi akibat dari stress pikirannya karena kecurigaannya selalu pada suaminya. Tetapi sepanjang terapi, Bu Susan tidak bisa terus terang mengenai masalah dengan suaminya, walau dia menyinggung tentang ketidaknyamanannya pada aktivitas suaminya.

Secara ringkas, Pak Totok tahu bahwa Bu Susan curiga pada kesetiaan suaminya. Bagi Pak Totok, informasi itu sudah cukup untuk mengurai persoalan Bu Susan. Metode yang dipakainya adalah relaksasi pada pasien baik secara mental maupun secara fisik.

Secara mental, Pak Totok akan membimbing pasien-pasiennya dengan bacaan doa dan secara fisik, dia akan menerapinya dengan pijatan dan minuman herbal ramuannya sendiri. Dengan sabar Pak Totok mencoba untuk membuat Bu Susan nyaman dan mempercayainya, karena point penting dari terapi spiritualnya adalah kepercayaan pasiennya pada dirinya. Pelan-pelan Bu Susan semakin mempercayai pria tua itu dan menjadi pasien favorit Pak Totok. Pak Totok bahkan terang-terangan memperlakukan Bu Susan sebagai pasien istimewanya, karena khusus untuk wanita itu, Pak Totok selalu menyempatkan diri menyediakan waktunya.

Biasanya Pak Totok tidak terlalu ngoyo untuk menggarap pasiennya, karena pekerjaannya sebagai ahli terapi hanyalah pekerjaan sambilan karena diberkati bakat istimewa saja. Dia sendiri masih sering bekerja sebagai seorang makelar barang antik yang sudah mulai jarang dilakukannya. Karena Pak Totok sudah cukup berumur dan kelima anaknya pun sudah semuanya bekerja dan mandiri. Pak Totok ingat, pertama kali Bu Susan datang ke rumahnya dengan berbaju biru lengan panjang yang agak longgar.

Baju itu berbahan halus dan lembut sehingga lekukan kainnya menempel lembut pada badan wanita itu. Pak Totok ingat sekali, walau pakaian itu adalah pakaian yang wajar dan sopan, namun tepat di bagian dada, kain yang lembut itu membentuk lekukan yang indah.

Kedua tonjolannya nampak membusung dan di bagian tengahnya, kain itu meliuk ke bawah mengikuti belahan dada montoknya. Pemandangan itulah yang selalu diingatnya. Apalagi sepertinya, wanita itu menggunakan bh yang bagus sehingga dadanya yang besar terlihat membusung menyedot perhatiannya. Kala itu Bu Susan diantar oleh ponakannya yang pernah menerapinya sebentar, hanya pada pijatan-pijatan di leher dan lengan. Ponakannya menyerahkan Bu Susan sebagai pasien Pak Totok karena melihat permasalahannya cukup berat untuk dikerjakannya sendiri.

Satu hal yang kurang dari Bu Susan adalah sikap tubuhnya yang cenderung agak membungkuk. Pak Totok tahu sikap itu adalah karena ketidak pedean Bu Susan pada dadanya yang besar. Sikap itu wajar dan umum pada beberapa wanita dengan dada besar, mungkin karena malu atau tidak percaya diri. Itulah yang justru akan diubah oleh Pak Totok.

Waktu itu dengan pelan dan pandangan sedikit tidak percaya, Bu Susan menceritakan masalah sakit perutnya yang sering kambuh dan emosinya yang tidak stabil, terutama saat-saat sebelum dan semasa menstruasi. Bagi Pak Totok, masalah itu adalah problem yang sering dihadapinya terutama pada ibu-ibu dengan hubungan yang tidak terlalu baik dengan suaminya. Bu Susan masih tidak membuka diri pada semua persoalannya, walau Pak Totok sendiri sudah dapat mendiagnosanya melalui kemampuannya membaca perasaan orang.

“Iya bu, saya mengerti. Terapinya nanti ada dua jenis bu. Pertama terapi fisik, yang akan membantu ibu untuk rileks, dan yang kedua adalah terapi spiritual” papar Pak Totok pada Bu Susan waktu itu.

Bu Susan nampak masih bimbang terutama pada terapi spiritual. Jelas hal tersebut karena latar belakang dan lingkungan wanita itu, karena berasal dari kalangan terdidik yang cenderung lebih percaya pada bentuk-bentuk pengobatan medis.

“Yang spiritual itu gimana, Om?” Bu Susan memanggilnya om karena mengikuti ponakannya yang mengantarnya.

“Nanti biar Yitno (ponakan Pak Totok) ikut menjelaskan. Intinya terapinya akan melalui bentuk bentuk spiritual, seperti doa, minum air yang sudah saya kasih jampi-jampi, dan yang penting ibu yakin dengan proses yang dijalani” jelas Pak Totok.

Bu Susan masih nampak gelisah.

“Yang penting lainnya, adalah sikap pasrah bu. Pasrah itu akan membantu mengendalikan emosi ibu”.

Penjelasan itu nampak masuk akal bagi Bu Susan. Dalam nalar terdidiknya, sugesti dan sikap percaya akan membantu menyelesaikan masalah psikologis. Apalagi dulu dia juga pernah kuliah psikologi sebelum menikah dengan suaminya.

Bu Susan lalu memutuskan untuk mencoba dulu terapinya. Pak Totok menyembunyikan perasaan girangnya, karena wanita cantik itu bersedia menjalani terapi. Untung dia tidak memperlihatkannya dengan jelas, karena waktu itu Bu Susan masih diantar oleh ponakannya dan dia tidak mau kelihatan begitu bernafsu pada wanita itu.

Pada saat terapi itulah awal dari godaan Pak Totok yang sesungguhnya. Seperti biasa, dia menyilahkan pasiennya untuk berbaring di dipan ruang terapinya. Bu Susan pun menurutinya. Bukan main pemandangan yang dilihat Pak Totok. Wanita itu berbaring di depannya dengan lurus, dan tepat di dadanya, gundukan itu semakin terlihat jelas. Gundukan yang menonjol jelas karena ukurannya, dan tidak mampu tertutupi oleh kain bajunya yang lembut dan tipis.

Tanpa sengaja Pak Totok menelan air liurnya. Pada awalnya dia memijat lembut kedua tangan Bu Susan. Pak Totok kembali tercekat, merasakan lembutnya kulit putih itu. Belum pernah dia merasakan sensasi kulit yang sangat lembut dari sekian banyak pasiennya selama ini.

“Oh dasar aku ini ahli terapi kampung, biasanya punya pasien mbok mbok bakul pasar”, pikirnya.

Bu Susan hanya diam saja. Sesekali dia menjawab pertanyaan Pak Totok di seputar keluhan kesehatannya.

“Hmm, memang bu, biasanya masalah emosi akan berpengaruh ke masalah lambung”, jelas Pak Totok.

Bu Susan mengangguk mengiyakan. “Iya pak, setiap emosi saya naik, perut saya pasti bermasalah”.

Pak Totok yang duduk di samping dipan sambil mengurut tangan Bu Susan kembali menjelaskan hal-hal masalah pengendalian emosi,

“yang penting ibu rileks dulu, terapi fisik ini untuk membantu ibu rileks. Makanya ibu kalau bisa jangan terlalu tegang. Santai saja bu, gak usah takut sama saya”.

“Lho siapa yang takut Om?”

“Ya siapa tahu ibu gak percaya sama saya. Padahal untuk dapat menerima energi saya, kita harus saling percaya bu” jelas Pak Totok.

“Saya percaya kok Om. Yitno juga sudah cerita tentang Om. Cuma mungkin masih perlu adaptasi dengan terapi ini”.

“Baguslah bu, gimana pijatan saya, terlalu keras?”

“Gak Om. Enak kok”, jawab Bu Susan nampak mulai lebih santai.

Pak Totok lalu berpindah ke tangan yang lain. Dia mengurut wanita itu dari telapak tangan hingga ke lengannya. Semua inci dari kulit wanita itu begitu lembutnya. Tak henti-henti Pak Totok memuji dalam hati kepandaian wanita itu dalam merawat diri. Setelah beberapa saat, Pak Totok mulai mengurut bagian kaki. Sayangnya Bu Susan mengenakan celana jins ketat sehingga Pak Totok tidak dapat mengurutnya dengan keras.

“Bu, maaf, besok lagi kalau ke sini bawa celana pendek atau celana agak lemas kainnya. Kalau diurut dengan celana jins yang keras justru tidak baik untuk kesehatan”, jelasnya.

“Iya Om, tadi soalnya belum bersiap untuk terapi”.

Di bagian ini, Pak Totok tidak lama melakukan pijatan. Tetapi dia sempat mengagumi bagian lain yang indah dari wanita itu. Gundukan pantat montoknya sangat mengundang hasrat lelaki itu. Kala itu Bu Susan terbaring telungkup, sehingga Pak Totok leluasa mengagumi bungkahan pantat itu.

Sensasi itu luar biasa bagi Pak Totok, karena selama puluhan tahun dia sudah tidak merasakan perasaan seperti ini. Selama ini dia paling hanya sedikit tergoda, dan pikirannya pun tidak pernah semesum ini. Dalam hati dia menyalahkan pikiran nakalnya karena dia adalah orang tua yang dihormati di kampung karena kemampuan spiritualnya.

Baru kali inilah dirinya seperti remaja kembali yang dengan malu-malu menyentuh dan mengagumi cewek idamannya. Selanjutnya Pak Totok menyilahkan Bu Susan untuk duduk bersila. Dia lalu ikut naik ke dipan dan duduk di belakang wanita itu.

“Sekarang saya hendak menyalurkan energi ke punggung Ibu”, katanya. Bu Susan hanya mengangguk.

“Tolong ibu jangan membungkuk. Usahakan rileks dan konsentrasi pada getaran yang saya transfer”.

Bu Susan menurut. Dibusungkannya dadanya, sesuatu yang jarang dilakukannya. Di belakangnya, lelaki tua itu menempelkan kedua telapak tangannya ke punggungnya. Tangan itu terasa hangat. Perlahan tapi pasti, Bu Susan merasakan seuatu serupa getaran melewati punggungnya. Hangat dan menenangkan. Tetapi Pak Totok merasakan sesuatu yang lain.

Di tengah konsentrasinya menyalurkan energi, Pak Totok dapat melihat gundukan dada wanita itu semakin menonjol karena posisinya yang membusung. Apalagi tepat di mukanya, leher bagian belakang wanita itu nampak sangat halus dan harum. Mati-matian Pak Totok berusaha menepis perasaan mesumnya mengingat posisinya sebagai ahli terapi.

“Gimana Bu? Apakah terasa nyaman?”

“Hm, iya Om. Kok bisa Om?” tanya Bu Susan heran.

“Ini namanya terapi energi. Sekarang kosongkan pikiran, saya hendak menyalurkannya sampai selesai”

Terapi seperti itu menyita energi dalam Pak Totok. Beberapa saat kemudian, dia sudah kelelahan dan menyudahi terapinya. Bu Susan nampak senang dan mengalami sedikit kemajuan.

“Sudah bu. Kalau mau, kita lanjutkan minggu depan, Bu”, kata Pak Totok setelah merapalkan doanya.

“Makasih sekali, Om”. Sore itu terapi berjalan lancar dan setelah ponakannya dan Bu Susan pergi Pak Totok menghela nafas dan memikirkan kembali apa yang baru saja terjadi. Baginya peristiwa siang itu membuatnya kembali seperti remaja. Wanita itu membuatnya mabuk kepayang seperti remaja kembali. Bahkan malamnya, dia tidak dapat berhenti memikirkan lembutnya kulit wanita itu. Wajah cantiknya, dan tubuh montoknya.

Category: Cerita Sex
VIP579 SLOT258 SLOT161 FASTBET99 STARBET99 HOKIBET99 NEXIABET